Sukuk Akselerasi Pembangunan Perkeretaapian

EKISNEWS – Pembiayaan proyek infrastruktur perkeretaapian yang memanfaatkan surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hingga 2023, total SBSN untuk membangun infrastruktur perkeretaapian tercatat mencapai Rp 50,4 triliun.

Jumlah tersebut untuk membangun 136 proyek yang tersebar di berbagai wilayah tanah air Indonesia.

“SBSN untuk proyek perkeretaapian pertama kali digunakan dalam pembangunan proyek jalur ganda Cirebon-Kroya yang merupakan pionir pembiayaan proyek pertama dengan sumber dana SBSN secara earmark,” kata Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Dwi Irianti Hadiningdyah, belum lama ini.

Bacaan Lainnya

Proyek lainnya adalah double-double track (DDT) Manggarai–Cikarang yang total alokasi pembiayaannya mencapai Rp 5,6 triliun. Tahap proyek tersebut sudah dimulai sejak 2014 dan akan selesai secara keseluruhan pada tahun ini.

Adapun pada tahun ini, sebanyak Rp 4,6 triliun akan dialokasikan untuk 27 proyek SBSN sektor perkeretaapian. Alokasi dana tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yakni Rp 3,5 triliun untuk 15 proyek.

Hingga kini terdapat 11 proyek SBSN di sektor perkeretaapian yang telah rampung, antara lain jalur kereta double track selatan Jawa Cirebon-Kroya-Solo Madiun-Jombang. Beberapa proyek lainnya adalah pembangunan jalur KA Trans Sulawesi antara Makassar-Pare-Pare segmen dua (Barru-Parepare) serta pembangunan jalur KA Trans Sulawesi antara Makassar-Parepare segmen tiga (Makassar-Barru).

Pembiayaan proyek melalui SBSN merupakan sinergi kebijakan di antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan kementerian/lembaga untuk membiayai proyek-proyek atau kegiatan prioritas dengan menggunakan dana yang bersumber dari pasar keuangan melalui instrumen sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah sejak 2008.

Pakar ilmu ekonomi dan keuangan syariah dari Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri, mendorong agar instrumen pembiayaan infrastruktur menggunakan SBSN terus dilakukan, khususnya untuk penyediaan barang atau infrastruktur publik seperti perkeretaapian. “Karena dana pemerintah terbatas, sukuk menjadi salah satu bentuk inovasi tersebut,” kata Rahmatina.

Menurut Rahmatina, pembangunan infrastruktur melalui SBSN perlu diberikan atensi lebih oleh pemerintah. Hal itu karena SBSN dinilai memiliki potensi untuk menjadi instrumen keuangan yang penting bagi pembangunan infrastruktur.

Oleh karena itu, potensi SBSN tersebut perlu dioptimalkan sebagai pembiayaan alternatif bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia serta diharapkan dapat mengurangi porsi utang luar negeri secara bertahap.

“Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan masyarakat Muslim terbesar di dunia. SBSN pun menjadi instrumen syariah yang sangat potensial di pasar modal Indonesia.”

Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, pertumbuhan pasar keuangan syariah di Indonesia hingga saat ini masih relatif kecil. Padahal, banyak sekali instrumen keuangan syariah yang bisa dimanfaatkan dalam proses pembangunan di dalam negeri. Terlebih, hampir seluruh entitas, baik yang sifatnya syariah maupun yang sifatnya konvensional, sudah mengeluarkan produk keuangan syariah.

“Sehingga, menurut saya, ini menjadi momentum awal untuk mendorong bagaimana instrumen keuangan syariah lebih banyak terlibat untuk proses pembiayaan di dalam negeri,” ujar Yusuf.

Dalam skala yang lebih luas, dukungan pemerintah terhadap pengembangan pasar keuangan syariah, terutama instrumen sukuk, relatif sudah jauh lebih besar daripada periode sebelumnya. Saat ini, pemerintah bahkan mengeluarkan inovasi untuk mendorong pembiayaan hijau yang dibiayai melalui produk sukuk yang merupakan salah satu pembiayaan yang sejenis pertama di dunia.

“Ekosistem dari produk keuangan syariah memang seharusnya bisa lebih terkoneksi dengan sektor riil, mengingat saat ini upaya untuk mendorong ekosistem halal bisa dijadikan kaitan atau cantolan agar sektor keuangan syariah, terutama untuk produk sukuk ini bisa dilanjutkan di masa mendatang,” ujarnya.

Yusuf mengatakan, kelebihan dari pembiayaan seperti sukuk dibandingkan dengan obligasi konvensional lebih kepada preferensi. Sebab, market penduduk Muslim yang besar di Indonesia seharusnya dapat membuat produk sukuk bisa menjadi produk unggulan untuk kategori pembiayaan di dalam negeri.

Sementara itu, kendala yang masih dihadapi adalah literasi tentang keuangan syariah yang masih sangat minim. Padahal, sukuk secara umum relatif mirip dengan obligasi konvensional, namun memang ada prinsip-prinsip yang membedakan, seperti misalnya underlying asset.

“Hal-hal teknis seperti inilah yang saya kira perlu diluaskan gemanya ke investor dalam negeri terutama misalnya untuk investor ritel milenial karena saya kira potensi pasarnya cukup besar, namun untuk produk belum terlalu banyak diketahui,” ujarnya.

-----------

Simak berita pilihan dan terkini lainnya di Google News

Pos terkait