EKISNEWS – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menjadi pusat aktivitas penipuan dan peretasan untuk menyerang pengguna jasa keuangan. Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam mengatakan, Yogyakarta menjadi salah satu lokasi utama peretas berkembang melaksanakan aksi tersebut.
Agus menjelaskan, para peretas di Yogyakarta bermunculan membuat sistem program peretas keamanan pribadi.
“Jadi, yang membuat programming merugikan mulai bermunculan di daerah Yogyakarta,” ujar Agus dalam temu media di Jakarta, Senin (26/12).
View this post on Instagram
Selain itu, Agus mengungkapkan, kawasan Sulawesi juga menjadi pusat pelaksanaan kegiatan phishing dan skimming. Agus mengimbau masyarakat agar tidak terpancing menerima pesan yang masuk atau mengangkat nomor telepon tidak dikenal.
“Jadi, perlu diberi penekanan ke konsumen. Itu supaya tidak gegabah menerima pesan Whatsapp, telepon, atau e-mail masuk,” ujar Agus.
Ia menuturkan, terdapat 14.088 laporan pengaduan konsumen yang masuk ke OJK sampai 16 Desember. Dari angka itu, laporan pengaduan terindikasi sengketa sebanyak 13.998 laporan. Dari pengaduan sengketa ini yang sudah selesai sebanyak 12.680 laporan dan yang masih dalam proses sebanyak 1.318 laporan.
Sementara, pengaduan indikasi pelanggaran berjumlah 90 laporan dengan status sudah selesai 58 laporan dan dalam proses sebanyak 32 laporan. Topik pengaduan konsumen untuk sektor perbankan biasanya menyangkut restrukturisasi kredit, sistem layanan informasi keuangan (SLIK), permasalahan agunan atau jaminan, dan penipuan berupa pembobolan rekening.
Kemudian, dalam industri pasar modal, topik pengaduan terkait permasalahan imbal hasil investasi, kesulitan pencairan dana investasi, serta kegagalan atau keterlambatan transaksi.
Selain itu, terkait industri keuangan non-bank (IKNB) asuransi, topik pengaduan mayoritas mengenai kesulitan klaim asuransi, produk tidak sesuai saat penawaran, serta permasalahan pembayaran premi. Pengaduan terkait IKNB pembiayaan, topiknya mengenai restrukturisasi pembiayaan, perilaku petugas penagihan, sanggahan transaksi, dan permasalahan jaminan.
Kemudian, terkait IKNB tekfin, mengenai perilaku petugas penagihan, restrukturisasi pinjaman, dan penipuan penggunaan identitas orang lain untuk peminjaman.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mendorong peningkatan indeks literasi keuangan guna mencegah masyarakat terjebak dalam aktivitas jasa keuangan yang ilegal. Literasi keuangan bagi masyarakat Indonesia, kata dia, sangat penting di tengah tingginya indeks inklusi keuangan.
Partisipasi masyarakat dalam produk dan jasa keuangan harus dibarengi dengan tingkat pemahaman yang memadai terhadap industri keuangan.
“Dari setiap orang yang memiliki tabungan, rekening, atau asuransi, 50 persennya saja yang mengerti. Sisanya memiliki, tapi tak sepenuhnya mengerti termasuk dari risiko aktivitas yang ilegal tadi,” kata Mahendra, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia meningkat menjadi 85,10 persen dibandingkan 76,19 persen pada 2019. Indeks literasi keuangan juga meningkat menjadi 49,68 persen pada 2022 atau naik dari 38,03 persen pada 2019. (rel)