KPK: Jika Biaya Haji tak Naik, Nilai Manfaat akan Habis

Jamaah haji kloter pertama berjalan di garbarata saat tiba di Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (16/7/2022) dini hari. – (Republika/Thoudy Badai)

EKISNEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, rencana kenaikan biaya ibadah haji merupakan hal yang wajar. Sebab, jika hal ini tidak dilakukan, nilai manfaat pada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akan habis.

Adapun nilai manfaat, yakni semacam ‘subsidi’ yang dikucurkan oleh BPKH. Biaya haji yang ditanggung oleh jamaah menjadi lebih murah. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pada 2022 terbit keputusan presiden (keppres) yang menyatakan besaran biaya haji yang harus dibayarkan jamaah atau Bipih dari embarkasi Aceh hingga Makassar rata-rata Rp 39,8 juta per orang. Saat itu, total biaya penyelenggaraan haji untuk setiap jamaah adalah Rp 81,7 juta.

“Sehingga selisihnya yaitu Rp 41,9 juta ditanggung dari nilai manfaat. Ini artinya 48 persen ditanggung oleh jamaah dan 52 persen dari nilai manfaat hasil dari pengusahaan BPKH,” kata Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/1/2023).

Tidak berhenti di situ, dia melanjutkan, dua pekan sebelum keberangkatan jamaah, ternyata pihak Arab Saudi kembali menaikkan biayanya. Biaya operasional penyelenggaraan haji meningkat menjadi Rp 98,3 juta per orang.

Bacaan Lainnya

Pemerintah kemudian menerbitkan Keppres Nomor 8 Tahun 2022 yang menyatakan kucuran besaran nilai manfaat dari BPKH bertambah untuk memenuhi biaya operasional ibadah haji. Hal ini membuat BPKH harus menanggung sekitar 59-60 persen dari total biaya haji, sedangkan jamaah menanggung sebesar 40 persen. Sebelum biaya operasional haji di Arab naik, lembaga itu hanya harus mengeluarkan Rp 4,2 triliun (kemudian) menjadi Rp 5,4 triliun.

“Kondisi ini jika diteruskan tinggal menunggu waktu, saatnya dana BPKH akan habis nilai manfaatnya karena telah terforsir untuk menutupi biaya jamaah haji yang telah berangkat,” ujar Ghufron.

“Siapa yang rugi? Tentu bukan yang telah berangkat, melainkan jamaah yang belum berangkat karena ia telah menanggung biaya jamaah yang telah berangkat karena nilai manfaat pengelolaan haji diambil secara over (berlebihan) oleh yang sebelumnya,” katanya menjelaskan.

Menurut Ghufron, usulan kenaikan biaya haji yang disampaikan oleh Kementerian Agama beberapa waktu lalu pun wajar. Sebab, jika kenaikan ini tidak dilakukan, akan merugikan jamaah yang belum berangkat menunaikan ibadah haji.

“Hal inilah yang perlu kita semua ketahui sehingga tidak kemudian menilai biaya haji dinaikkan kemudian membebani jamaah secara sewenang wenang. Karena sebaliknya jika tidak dinaikkan, yang dirugikan adalah jamaah yang belum berangkat untuk (menanggung nilai manfaat yang over) yang dipakai oleh yang sebelumnya,” kata dia.

Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan juga menyampaikan hal yang sama. Pahala mengatakan, saat ini nilai manfaat yang ada di BPKH hanya berjumlah sekitar Rp 15 triliun. “Sekarang hanya Rp 15 triliun kurang lebih nilai manfaat yang ada di BPKH,” kata Pahala dalam konferensi pers di KPK, Jumat (27/1/2023).

Dia menyebut, kondisi ini pun diikuti dengan belum adanya regulasi setingkat undang-undang yang mengatur besaran dana yang harus dikucurkan oleh BPKH dalam setiap penyelenggaraan ibadah haji.

Oleh sebab itu, Pahala menilai, pentingnya segera dilakukan harmonisasi antara Undang-Undang Tentang BPKH dan Undang-Undang Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Nantinya besaran nilai manfaat yang mesti dikucurkan oleh BPKH untuk setiap jamaah haji bakal ditentukan dalam harmonisasi tersebut.

PP Muhammadiyah turut angkat suara perihal usulan biaya haji 2023 yang ramai diperbincangkan saat ini. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebut subsidi yang diberikan pemerintah bisa secara perlahan dikurangi.

“Seiring dengan waktu, kenaikan biaya perjalanan haji tidak akan bisa dihindari. Secara perlahan subsidi dari Pemerintah Indonesia akan dikurangi,” ujar dia dalam pesan yang diterima Republika, Selasa (31/1/2023).

Meski demikian, ia menyebut kenaikan biaya haji yang diusulkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mungkin terlalu tinggi. Dengan biaya lebih dari Rp69 juta, kemungkinan besar akan ada banyak jamaah yang sudah mendapat nomor antrean batal berangkat. Hal ini karena mereka tidak mampu memenuhi kekurangan atau tambahan biaya, yang hampir dua kali lipat.

“Karena itu, biaya haji dapat diturunkan dengan menaikkan subsidi pemerintah sebesar 50 persen dan pengurangan biaya, yang tidak terkait langsung dengan penyelenggaraan haji,” katanya.

Lebih lanjut, Abdul Mu’ti menekankan perlunya mencari jalan keluar terbaik terkait biaya haji ini. Utamanya, hal ini memikirkan jamaah yang sudah mendapatkan nomor antrean, tetapi tidak mampu memenuhi kekurangan biaya dalam waktu dekat.

Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Ditjen PHU Kementerian Agama (Kemenag) Saiful Mujab, sebelumnya menyebut usulan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1444 H/2023 H masih bersifat dinamis. Bersama mitra kerja Kemenag, angka ini akan terus dibahas dan dikaji ulang.

Angka itu sebetulnya masih relatif dinamis karena Kemenag dan Komisi VIII DPR terus membahas dan mengkaji ulang.

“Insya Allah di Februari nanti akan diputuskan. Di dalam negeri kami juga terus melakukan nego, dengan pesawat dan lain-lain,” kata dia dalam kegiatan Forum Diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan, Senin (30/1/2023).

Usulan BPIH tersebut dibuat berdasarkan sejumlah asumsi, baik di dalam maupun luar negeri. Kemenag telah melakukan konsultasi dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan muatan penyelenggaraan haji. Tiket pesawat disebut menjadi salah satu komponen yang paling besar untuk biaya di dalam negeri, senilai Rp 33 juta untuk setiap jamaah. Poin lain yang menjadi sorotan adalah terkait layanan di luar negeri, yaitu transportasi, pemondokan, dan konsumsi.

“Terkait usulan Kemenag, atas nama pemerintah, terkait BPIH ini telah melalui kajian. Tapi tidak menutup kemungkinan turun karena Komisi VIII sedang meninjau di Saudi, sehingga ini masih mungkin terjadi tarik ulur untuk mencapai angka final,” kata dia.

Saiful Mujab menyebut, angka BPIH yang disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas beberapa waktu lalu juga mempertimbangkan keberlanjutan dan keadilan bagi jamaah haji. Dari usulan Rp 98 juta tersebut, diusulkan 70 persen dibebankan kepada jamaah atau Bipih dan 30 persen dari nilai manfaat (NM) kelolaan dana haji BPKH.

Ia mengakui hal ini menjadi persoalan dan perbincangan masyarakat luas, mengingat jamaah diusulkan menanggung biaya sebesar Rp 69 juta atau naik sekitar 73 persen dari tahun lalu. Pemerintah disebut berupaya menawarkan angka yang ideal, setelah melihat masukan dari para ahli dan hasil Rakernas di Batam beberapa waktu lalu.

-----------

Simak berita pilihan dan terkini lainnya di Google News

Pos terkait