EKISNEWS – Literasi dan inklusi keuangan syariah saat ini masih lebih rendah secara nasional dibandingkan konvensional. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan untuk mengatasi hal tersebut akan memaksimalkan upaya edukasi lebih masif dan merata.
“Kami ada survei yang menunjukan tidak semua provinsi siap. Artinya tingkat literasi dan inklusi keuangannya cukup banyak yang rendah. Nah mungkin kita akan prioritaskan pada daerah-daerah tersebut agar edukasinya itu bisa lebih efektif ke mereka,” kata Kepala Grup Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah OJK M Ismail Riyadi saat ditemui usai acara Ijtima Sanawi Dewan Pengawas Syariah, Jumat (13/10/2023).
Ismail mengakui, jika dari sisi literasi dan inklusi maka perlu mendoronga demand-nya lebih tinggi. Hanya saja, Ismail mengatakan saat ini masih banyak masyarakat yang belum memahami produk syariah sehingga edukasi menjadi kata kunci.
Dalam melakukan edukasi untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah, Ismail menegaskan, OJK tidak bisa melakukan sendiri. Dia memastikan akan melakukan kerja sama dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Bank Indonesia, dan industri jasa keuangan syariah.
Lalu selanjutnya mengenai infrastruktur edukasi dan literasinya. “Artinya kita harus menggunakan infrastruktur yang sudah ada apakah itu modul-modul lembaga seperti learning management system (LMS) kemudian kolaborasi dengan berbagai komunitas,” ungkap Ismail.
Dia menuturkan, hal tersebut perlu dilakukan karena pada akhirnya OJK tidak bisa melakukan upaya tersebut sendirian. Ismail menegaskan, supply dan demand-nya harus bergerak untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah.
Ismail menambahkan, banyak juga masyarakat yang kurang memahami produk jasa keuangan syariah. Bahkan masyarakat juga kemungkinan membandingkan dengan produk-produk konvensional.
“Kita harus akui masyarakat kita kita derasional, tapi ada juga yang rasional dan melihat benefit produk yang konvensional atau syariah. Tapi di sisi lain ada juga masyarakat yang memang secara tradisional atau secara ideologisnya mereka sudah loyal. Makanya tadi kita merambah hijrah atau merambah masyarakat yang belum menggunakan atau mengenal produk syariah,” ucap Ismail.
Sebelumhya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menargetkan literasi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia dapat mencapai 50 persen dibanding posisi saat ini yang sebesar 23,3 persen.
“Saya berkeyakinan, dengan besarnya potensi Indonesia, angka-angka ini dapat ditingkatkan, bahkan, literasi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia ke depan paling tidak mesti mampu mencapai 50 persen,” kata Ma’ruf saat berpidato dalam Musyawarah Nasional ke-6 Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di Jakarta, Ahad (1/10/2023).
Ma’ruf mengatakan dengan semakin besarnya literasi ekonomi dan keuangan syariah, maka semakin meningkat pula penerimaan dan penggunaan produk ekonomi dan keuangan syariah oleh masyarakat. Hal itu akan meningkatkan kontribusi sektor ekonomi dan keuangan syariah.
Menurut Ma’ruf, saat ini tingkat literasi ekonomi dan keuangan syariah yang sebesar 23,3 persen belum ideal. Tingkat literasi itu juga berpengaruh terhadap pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia yang baru sekitar 10,9 persen.
Ma’ruf menegaskan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia hingga saat ini telah banyak menorehkan prestasi internasional. Ia mencontohkan posisi Indonesia yang terus meningkat pada pemeringkatan global di sektor keuangan syariah, pariwisata ramah muslim, dan juga lainnya.