Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya seorang Muslimah, apakah boleh berbisnis salon kecantikan khusus wanita? Karena setiap wanita menyukai hal-hal yang indah atau cantik dan senang berhias, menjadi potensi bisnis yang luas. Bagaimana tuntunannya? Mohon penjelasan Ustaz. — Lisa, Malang
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, saat ini layanan dan produk salon kecantikan wanita itu beragam, tetapi secara umum layanan dan produk salon wanita bisa dibedakan ke dalam tiga layanan, yaitu:
(a) perawatan rambut seperti creambath, hair spa, hair mask, catok, blow, smoothing, rebonding, dan gunting. (b) Perawatan wajah, seperti totok wajah, facial, scrub, steam wajah, dan vacum komedo. (c) Perawatan tubuh, seperti lulur, massage, body mask, bleaching body, ratus v, manicure, dan padicure.
Kedua, membuka bisnis salon kecantikan untuk wanita itu diperbolehkan dengan ketentuan:
(1) Salon tersebut hanya diperuntukan bagi wanita dan tidak menerima selain wanita.
(2) Para petugas yang memberikan layanan salon kecantikan adalah wanita (tidak boleh laki-laki) untuk memitigasi atau menghindari risiko fitnah dan penyimpangan.
(3) Walaupun sesama wanita (baik petugas dengan konsumen atau sesama konsumen), tetapi diberlakukan adab-adab untuk tidak melihat sesama aurat perempuan (al-aurat al-mughallazhah).
Sebagaimana dijelaskan dalam al-Mausu’ah al Fiqhiyah:
“Para ahli fikih berpendapat bahwa aurat perempuan dengan sesama perempuan itu sama dengan aurat laki-laki, yaitu antara pusar sampai lutut.”
Syekh Muhammad Abdu as-Sami’, Sekjen Darul Ifta’ di Mesir, menjelaskan:
“Salon kecantikan wanita yang memberikan layanan kecantikan wajah, rambut, dan badan itu dibolehkan selama terhindar dari memandang aurat mughallazhah.”
(4) Jika ada produk-produk kecantikan yang digunakan atau dijual, maka produk tersebut harus bersertifikat halal dari otoritas.
(5) Memastikan bahwa layanan salon kecantikan tidak memberikan layanan kecantikan yang mengubah ciptaan Allah SWT karena itu bertentangan dengan nash dan prinsip syariah.
Seperti sulam alis yang mengubah ciptaan Allah SWT itu dilarang sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Allah melaknat orang yang menyambung rambut dan orang yang minta disambungkan rambutnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Syekh Yusuf Qardhawi menambahkan beberapa perawatan yang tidak boleh dilakukan setiap wanita, termasuk dalam konteks ini (salon kecantikan), di antaranya: mengukir kulit dengan memberinya warna, meratakan gigi dan memendekkannya dengan kikir, menghilangkan rambut kening untuk meninggikannya, menyambung rambut dengan rambut asli maupun dengan yang palsu.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Allah melaknat wanita yang menato serta minta ditato, yang mengikir giginya dan minta dikikir giginya, yang mencukur alis dan minta dicukur alisnya, dan wanita yang menyambung rambutnya, serta yang minta disambung rambutnya.” (HR Bukhari Muslim).
Dan karena mengubah ciptaan Allah SWT hanya boleh dilakukan dalam kondisi darurat atau kepentingan yang sangat dibutuhkan. Misalnya, bibir sumbing, perlu dijahit-diperbaiki agar dapat berbicara dengan lafal yang lebih jelas. Dan sesungguhnya tidak ada alasan maslahat atau kesehatan dengan menyambung alis (dan layanan-layanan lain di salon kecantikan karena dilakukan sebagai perawatan kecantikan), maka menjadi terlarang.
(6) Bagi pengelola atau pemilik salon kecantikan wanita, berkewajiban memberikan informasi untuk para customer terkait dengan adab-adab dan tuntunan syariah di atas sebagai bagian dari sistem atau akad dan edukasi perusahaan salon kecatikan.
Misalnya, dicantumkan dalam aturan salon yang dipublikasikan dan mudah dibaca customer bahwa salon ini hanya menerima wanita.
Ketiga, sesungguhnya kehadiran salon wanita yang memenuhi tuntunan fikih dan adab tersebut menjadi kebutuhan dan penting agar tersedia pilihan yang sesuai syariah bagi para Muslimah yang ingin merawat tubuh dan fisiknya di tengah menjamur dan maraknya salon-salon kecantikan umum yang terpapar risiko penyimpangan fikih dan akhlak.
Selanjutnya, bagi customer memanfaatkan salon kecantikan dan menggunakannya untuk sesuatu yang halal. Misalnya, seorang istri memilih salon kecantikan untuk merawat wajah, rambut, dan fisiknya untuk suaminya sesuai dengan muqtadha akad (peruntukan objek akad).
Sedangkan saat digunakan untuk tampil di area dan ranah publik itu disesuaikan dengan adab dan kadar kelaziman.
Wallahu a’lam.
Sumber: republika.id